Sengkarut Lahan Palangka Raya, Pemerhati Sosial Desak Pemko Bertindak

Palangka Raya – Polemik sengketa lahan di Kota Palangka Raya kian menyeruak ke permukaan. Dari Sabangau hingga ke sejumlah kecamatan lain, persoalan tumpang tindih klaim kepemilikan tanah dinilai berpotensi menjadi bara sosial yang sewaktu-waktu bisa meledak.

Pemerhati sosial sekaligus wartawan senior, Hartany Soekarno, menilai Pemerintah Kota Palangka Raya tidak boleh tinggal diam. “Pemko harus cepat menyikapi sengkarut masalah pertanahan milik warga, agar tidak ada unsur pembiaran yang berujung pada distorsi sosial,” tegasnya saat ditemui di kediamannya, Selasa (9/9/2025).

Menurut Hartany, konflik agraria di Palangka Raya bukan hanya terjadi di Kecamatan Sabangau. Hampir seluruh wilayah kecamatan memiliki potensi sengketa serupa, baik antara warga dengan perusahaan, masyarakat dengan pemerintah, maupun antarindividu. “Pemerintah harus hadir dalam penyelesaiannya, jangan hanya menunggu konflik makin besar,” ujarnya.

Ia juga menyoroti sikap pemerintah daerah yang dinilainya lamban dalam mengambil langkah tegas. “Wali Kota jangan diam, tetapi cepat bertindak. Jangan sampai amanat rakyat yang diberikan justru berubah menjadi amarah rakyat,” tandas Hartany.

Dalam beberapa tahun terakhir, sengketa lahan di Palangka Raya mencuat dalam berbagai bentuk. Di kawasan Sabangau, misalnya, sempat beredar dokumen kesepakatan tiga lurah terkait lahan warga yang kemudian memunculkan perdebatan di tengah masyarakat. Selain itu, keberadaan hak ulayat masyarakat adat Dayak di juga menjadi isu yang kerap menimbulkan tarik-menarik kepentingan.

Para tokoh adat, akademisi, hingga pemerhati lingkungan sebelumnya sudah berulang kali menyuarakan pentingnya tata kelola pertanahan yang transparan dan berpihak pada masyarakat. Namun, implementasi di lapangan kerap terbentur oleh kepentingan ekonomi dan lemahnya penegakan aturan.

Hartany mengingatkan, persoalan pertanahan bukan sekadar masalah administrasi, melainkan menyangkut keadilan sosial. Ia menekankan bahwa pemerintah kota perlu segera membentuk mekanisme penyelesaian sengketa yang jelas, mulai dari verifikasi kepemilikan, mediasi, hingga penegakan hukum.

“Jika masalah ini terus dibiarkan, masyarakat bisa kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah. Akibatnya, konflik horizontal maupun vertikal akan semakin sulit dicegah,” katanya.

Desakan Hartany menambah panjang daftar suara kritis dari masyarakat sipil yang meminta Pemerintah Kota Palangka Raya untuk segera bertindak. Pertanyaan besar kini bergantung pada sejauh mana komitmen Wali Kota dan jajarannya dalam meredam konflik yang bisa mengganggu stabilitas sosial di ibukota provinsi ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *